REVIEW FILM: Mulholland Dr. (2001)

Posted on Wednesday, October 24, 2018 by Elfrida


SINOPSIS
Setelah kecelakaan mobil di Mulholland Dr. membuatnya amnesia, Rita (Laura Harring) bertemu dan ditolong oleh Betty Elms (Naomi Watts), seorang gadis naif yang bermimpi menjadi aktris di Hollywood.

REVIEW
Film ini dimulai dengan sebuah premis stereotipikal yang terkesan dangkal. Namun premis ini ternyata tidak dimaksudkan untuk ditelan bulat. Lynch justru menciptakan kisah klise tersebut sebagai ekspektasi yang menjebak. Mulholland Dr. sebenarnya mengeksplorasi sisi gelap dari jiwa manusia menggunakan mimpi dan realita. Dunia Hollywood yang gemerlap diubahnya menjadi sebuah ilusi yang manipulatif. Hal tersebut turut didukung pula dengan atmosfer kelam berkat balutan psikedelik dan surealistiknya yang kental.

Mulholland Dr. adalah film tentang pencarian makna. Setiap kata, simbol, bahkan detail kecil yang ada di dalamnya perlu direnungkan. Apalagi Lynch mempersulitnya dengan menghadirkan begitu banyak momen absurdist yang tidak memiliki relevansi. Uniknya, kita justru akan terperangkap dan terhipnotis untuk memecahkan puzzle briliannya. Meski begitu, misteri yang disajikan dalam film ini sebenarnya tidak perlu dipecahkan, melainkan proses discovery-nya lah yang harus dinikmati. Maka tidak peduli seberapa banyak kita menontonnya, kita tidak akan pernah merasa puas.

Durasi 146 menit 
Sutradara David Lynch
Penulis David Lynch
Produser Neal Edelstein, Tony Krantz, Michael Polaire, Alain Sarde, Mary Sweeney

Sinematografer Peter Deming

SCORE: 5/5

REVIEW FILM: Breathless (1960)

Posted on Saturday, September 1, 2018 by Elfrida


SINOPSIS
Michel Poiccard (Jean-Paul Belmondo) membunuh seorang petugas polisi setelah hampir tertangkap atas pencurian mobil. Ia pun pergi ke Paris untuk mengunjungi Patricia Franchini (Jean Seberg) dan membujuknya untuk ikut melarikan diri ke Italia.

REVIEW
Breathless terlihat seperti sebuah film romansa singkat yang manis. Uniknya terdapat konteks kejahatan yang mengitari kisahnya. Meski begitu, Godard tidak berniat untuk membahas konteks tersebut secara mendalam. Breathless justru fokus pada interaksi dan pemikiran dari manusia. Film ini menggunakan prespektif dari karakter utama sebagai penggambarannya. Setiap dialog tidak terasa seperti percakapan biasa, namun terdengar seperti sekumpulan pemikiran yang acak, bahkan terkadang serampangan.

Godard memiliki gaya direksi 'rebellion' yang berpengaruh besar terhadap gerakan French New Wave. Salah satunya adalah penggunaan teknik jump cut yang cukup unik. Teknik ini berupa shot yang dipotong dengan cepat untuk menunjukkan poin terpenting dari sebuah aksi. Meski tidak sempurna, teknik ini berhasil memberikan ritme yang edgy pada setiap scene-nya. Namun, penggunaan teknik jump cut secara terus menerus sebenarnya tidak memiliki makna sistemis. Teknik ini bukanlah representasi dari realisme atau hal lainnya. Godard hanya sekedar menggunakannya untuk menjaga perhatian penonton. And surprisingly, it works really well.

Durasi 87 menit 
Sutradara Jean-Luc Godard
Penulis Jean-Luc Godard
Produser Georges de Beauregard

Sinematografer Raoul Coutard

SCORE: 5/5

REVIEW FILM: Requiem for a Dream (2000)

Posted on Tuesday, August 21, 2018 by Elfrida


SINOPSIS
Sara Goldfarb (Ellen Burstyn) baru saja mendapatkan kesempatan untuk tampil di program televisi favoritnya. Di waktu yang sama, Harry (Jared Leto), anak semata wayang Sara, dan Tyrone (Marlon Wayans) mulai mencoba peruntungan dengan menjadi pengedar narkoba.

REVIEW
Requiem for a Dream adalah sebuah film yang memberikan potrayal mengenai kecanduan, atau lebih spesifiknya kecanduan narkoba dan televisi. Film ini berhasil menjelajahi perasaan, emosi, halusinasi, dan keputusasaan dari para karakternya melalui gaya visual yang impresif. Shot dengan lensa wide, split screen, montage, dan timelapse berhasil digunakan Aronofsky dengan bijak. Hal tersebut turut didukung pula dengan teknik editing yang sangat apik dalam menyampaikan makna tanpa membuatnya terlihat semerawut.

Ketika menontonnya untuk pertama kali, Requiem for a Dream benar-benar mengesankan, bahkan nyaris sempurna. Namun ketika saya menontonnya lagi, film yang awalnya mengagumkan itu mulai menampakkan kelemahannya. Ternyata teknik editingnya yang impresif menjadi bentuk pengalihan dari karakterisasinya yang dangkal. Satu-satunya karakter yang berhasil dieksplorasi dengan baik adalah karakter Sara. Sedangkan karakter lain seperti Harry, Tyrone, dan Marion luput dari eksplorasi. Bahkan pengembangan karakter pun sebenarnya nyaris tidak ada. Meski begitu, visual disturbingnya masih efektif dalam memberikan impact yang luar biasa, apalagi bagi penonton yang menyaksikannya sebagai entertainment belaka.

Durasi 101 menit 
Sutradara Darren Aronofsky
Penulis Darren Aronofsky, Hubert Selby, Jr.
Produser Eric Watson, Palmer West

Sinematografer Matthew Libatique

SCORE: 3/5